Batu Nisan Sultan Musta'in Billah
WELCOME TO AZMIRZA EL-BANJARY PERSONAL BLOG
MAGELI KHAS MARTAPURA
Ada yang tahu jenis kue atau penganan ini? Ya, Mageli, jika mendengar nama makanan khas Banjar ini khususnya Kota Martapura ini tidak semua orang kenal. Namun, jika pernah merasakannya tentu penasaran untuk memakannya lagi.
Kue ini biasanya teman makan ketupat atau sekadar camilan aja. Meski sudah termasuk langka dan jarang ditemukan di Banjarmasin, Mageli ini banyak ditemukan di daerah Martapura, Kebupatian Banjar, Kalimantan Selatan.
Dari berbagai sumber yang didapat
untuk menikmati kuliner ini kurang lengkap kalau tidak menggunakan saus atau sambal. Makanan konon disebut makanan berasal dari jazirah arab.
Bila diperhatikan bentuknya seperti kue atau wadai yang bahan dasarnya dari tepung dan digoreng.
Namun jangan salah, makan satu ini ternyata berbahan dasar dari kacang, Kacang Hijau atau Kacang nagara atau kacang putih (kacang tunggak) merupakan komoditas kacang-kacangan lahan lebak. Bentuknya ada yang dibikin lonjong atau bulatan kecil berwarna kuning dengan teksture agak lembut. Namun, entah bagaimana ceritanya sampai penganan itu dinamakan Mageli.
Cara buat nya susah susah gampang Bahan dasar nya pun bisa pake kacang china (putih) ataupun kacang hijau , Berikut resepnya jika bunda ingin mencoba membuatnya.
Bahan-bahan:
1. 200 gr kacang hijau /kacang putih
2. 2 butir telur
3. 1/2 sdt ketumbar bubuk
4. 100-150 mlair
5. secukupnya gula garam
6. secukupnya kaldu bubuk ( Royco/ sasa)
7. 5 sdm tepung terigu
8. 1/4 sdt baking powder (optional)
9. Bumbu halus :
10. 4 siung bawang putih
11. 7 siung bawang merah
12. 2 butir kemiri
13. 1 cm kencur (optional)
Langkah:
Haluskan kacang bisa pakai food processor atau blender biasa jangan terlalu halus biarkan begerindil.
Di sini pakai blender biasa jadi ngeblend nya sedikit demi sedikit aja kalau agak susah masukkin air sedikit sama telurnya juga.
Setelah diblender semua campurkan adonan dengan bumbu halus tepung garam gula kaldu dan baking powder aduk rata.
Goreng diminyak panas
Tekstur bulat-bulat tergantung saat menyendokkan ke dalam minyak saat menggorengnya.
#FolksOfBanjar #KulinerKhasBanjar #KulinerKhasMartapura #Mageli #BanjareseCulinary #MartapuraCulinary
#TasteMageli #AsianSnackFood
Kebudayaan Melayu yang ada di Kalimantan Selatan telah masuk dan memengaruhi kesenian-kesenian Banjar, salah satunya pada Gamalan Banjar. Pengaruh Melayu dalam Gamalan Banjar nampak pada teknik tabuh, vokal, dan pantun. Teknik tabuh saluk dan culit serta vokal kilung pada Gamalan Banjar memiliki cengkok yang sama pada Musik Melayu, yang oleh orang Melayu Riau disebut grenek. Sedangkan teks pantun sudah tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu ciri dari budaya Melayu yang sangat kuat. Pendekatan Musik Melayu Riau digunakan karena belum adanya literasi tentang musik Melayu Banjar. Temuan-temuan tentang pengaruh Musik Melayu pada tabuhan Gamalan Banjar masih berupa pengantar yang mengharuskan adanya penelitian lanjutan yang lebih spesifik dan mendalam.
Referensi :
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Depok: Raja Grafindo Persada.
Rass, JJ. 1968. Hikayat Banjar (A study in Malay historiography). Manuskrip. Banjarmasin: Museum Lambung Mangkurat.
Rizaldi. 2010. “Cengkok dan Grenek dalam Biola Melayu”.
Daring: http://rizaldiisipadangpanjang.blogspot.co.id/2010/08/cengkok-dan-grenek-dalam-biola-Melayu.html. Diakses 20 Januari 2017
Saleh, Idwar. 1983. Wayang Banjar dan Gamelannya. Banjarmasin: Museum lambung Mangkurat.
Takari, Muhammad. 2003. Kesenian Melayu: Kesinambungan, Perubahan, dan Strategi Budaya. Batam: Depertamen Etnomusikologi FIB USU dan Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI).
PENGINANGAN MASYARAKAT BANJAR
Panginangan: Wadah Sirih Pinang Suku Melayu Banjar, Kalimantan Selatan
Panginangan adalah sebuah wadah yang digunakan oleh masyarakat Banjar di
Kalimantan Selatan untuk meletakkan dan menyimpan bahan-bahan menginang atau menyirih yang disebut kinangan.
Panginangan dapat terbuat dari anyaman bambu atau rotan, emas, perak, dan kuningan.
1. Asal-usul
Masyarakat Banjar adalah masyarakat yang banyak mendiami Pulau Kalimantan bagian selatan , tengah dan timur Di kalangan masyarakat ini, terdapat kreasi budaya unik bernama Penginangan. Penginangan adalah sebuah wadah untuk meletakkan dan menyimpan bahan-bahan menginang. Bahan-bahan untuk menginang itu disebut kinangan.
Menginang sendiri adalah kegiatan mengunyah daun sirih yang dicampur dengan kapur, buah pinang,gambir dan tembakau yang digulung sebesar bola tenis meja.
Panginangan dalam kebudayaan Melayu Banjar berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghormati tamu, baik dalam acara-acara adat seperti perkawinan maupun dalam kehidupan sehari-hari (Triatno et al., 1994/1995).
Penginangan, yang umumnya dalam kebudayaan Melayu disebut tepak sirih , berhubungan erat dengan kebiasaan menginang atau menyirih (Mahyudin Al Mudra, 2006). Kebiasaan ini konon telah dilakukan oleh umumnya masyarakat Melayu sejak ribuan tahun silam. Para pelancong dan peneliti Eropa yang pernah singgah ke nusantara juga memberikan kesaksian bahwa kebiasaan menginang atau menyirih dilakukan baik oleh kalangan bangsawan maupun rakyat biasa (http://melayuonline.com/ensiclopedy/?a=SnN1L2cveVRteDdaM2dl=&l=menginang-atau-menyirih ).
Menginang memiliki sebutan yang berbeda-beda di beberapa kebupatian di Kalimantan Selatan. Di kalangan suku Bukit yang hidup di Kebupatian Kotabaru, menginang disebut Lahup. Sebutan tipa atau penimpaan untuk menginang digunakan oleh suku Bukit yang tinggal di Kebupatian Tapin. Suku Mandar yang hidup di Kebupatian Kotabaru menyebut menginang sebagai pattaruang. Sementara itu, Suku Bugis yang tinggal di Kebupatian Kotabaru menyebut menginang sebagai atotang ((Triatno et al., 1994/1995).
Kapan tradisi menginang dikenal oleh masyarakat Melayu Banjar tidak dapat diketahui secara pasti. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Banjar, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), banyak orangtua Banjar yang melumuri wajah anak gadis mereka dengan cairan bekas kunyahan sirih pinang yang berwarna merah kehitaman itu agar terlihat buruk. Hal ini dimaksudkan agar anak gadis mereka tidak diambil oleh tentara / serdadu Jepang (Triatno et al., 1994/1995:14).
Penginangan sebagai alat menginang tidaklah berdiri sendiri. Panginangan selalu disertai dengan alat-alat lainnya seperti kacip (untuk mengupas dan memotong buah pinang), tutukan atau lesung sirih (untuk melumatkan kapur, daun sirih, atau buah pinang; biasanya, alat ini digunakan oleh orangtua yang giginya sudah tidak kuat), dan paludahan atau pangucuran (wadah untuk membuang ludah setelah menginang) (http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1703 ).
Penginangan orang Banjar dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan asal panginangan tersebut. Misalnya, panginangan asal Martapura yang berbentuk kotak segi empat biasa berbeda bentuk dan bahannya dengan panginangan asal kebupatian Hulu Selatan yang berbentuk burung. Perbedaan bentuk dan bahan ini juga dimungkinkan karena pemiliknya berbeda. Panginangan milik raja atau bangsawan biasanya terbuat dari kuningan, perak, atau emas. Sementara itu, panginangan milik rakyat biasa umumnya terbuat dari kayu, anyaman bambu, atau rotan.
2. Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan untuk membuat panginangan terdiri dari beberapa macam, yaitu paring tali (bambu yang dibelah-belah tipis lalu dianyam), paikat (rotan), kayu, kuningan, perak, emas, dan lain-lain. Bambu dan rotan diperoleh dari hutan Kalimantan Selatan sementara emas, kuningan, dan perak biasanya diperoleh dari daerah luar Kalimantan Selatan. Bahan-bahan ini dirakit menjadi panginangan secara tradisional, yaitu masih menggunakan tangan manusia dan bukannya menggunakan mesin.
3. Bentuk dan Ornamen
Penginangan dapat dibedakan menurut bentuknya. Bentuk-bentuk panginangan adalah sebagai berikut.
a. Penginangan bokor
Panginangan bokor sering digunakan dalam upacara adat perkawinan dan ritual bawanang pada suku Bukit di Kebupatian Hulu Sungai Tengah. Penginangan ini memiliki tiga bentuk berbeda yang masing-masing unik dan memuat nilai seni tersendiri. Ketiga bentuk panginangan ini adalah sebagai berikut:
Penginangan yang memiliki bentuk wadah bundar tinggi. Pada panginangan jenis ini, tempat daun sirih berbentuk kerucut terpotong. Tempat pinang dan gambir berbentuk bulat berkaki sedangkan tempat kapur berbentuk silinder. Bahan penginangan ini terbuat dari kuningan dan ornamennya berupa motif floral, belah ketupat, dan gigi haruan.
Penginangan dengan bentuk wadah bundar tinggi. Pada bagian tengah di sisi dalamnya terdapat tempat gambir dan pinang yang diberi tutup berbentuk bulat. Tempat kapur berbentuk silinder sedangkan tempat tembakau berbentuk bulat dan diberi tutup serta memiliki tiang kecil. Bahan penginangan terbuat dari kuningan dan memiliki dekorasi ukir dengan ornamen motif floral, gigi haruan, geometris, dan mata titik.
Penginangan dengan bentuk wadah bundar tinggi dan alas pipih bundar. Bagian atas wadah dibentuk menjadi lekukan bergerigi seperti kelopak bunga. Pada bagian dalamnya, terdapat anak penginangan untuk tempat sirih yang berbentuk kerucut terpotong. Tempat pinang berbentuk bulat berkaki dan memiliki tutup. Tempat kapur berbentuk silinder. Tempat tembakau berbentuk bulat dan memiliki tutup yang bertangkai atas dan bawahnya. Bahan penginangan dari kuningan dan terdapat ornamen motif geometris, tumpal, gigi haruan, dan bunga.
b. Penginangan buai (bulat)
Penginangan buai biasa digunakan untuk upacara adat kehamilan pertama ketika umur kandungan menjelang tujuh bulan. Panginangan ini memiliki bentuk wadah bulat dan diberi tutup. Pada bagian tengah wadah, terdapat tangkai sebagai pegangan yang dikelilingi oleh wadah-wadah kecil kinangan, yaitu wadah sirih berbentuk kerucut dan bersegi, wadah pinang dan gambir berbentuk bulat dan bertutup, dan wadah kapur berbentuk silinder. Bahan panginangan ini dari kuningan dan memiliki dekorasi berupa ornamen motif swastika, gigi haruan, bintik-bintik, dan floral.
c. Penginangan segi delapan
Penginangan ini memiliki bentuk wadah segi delapan dan memiliki tutup. Pada bagian dalam panginangan ini, terdapat wadah-wadah kinangan (yaitu wadah daun sirih berbentuk kerucut dan bersegi), wadah kapur berbentuk buah manggis, dan wadah pinang dan gambir berbentuk bulat bersegi. Seluruh wadah kinangan tersebut memiliki tangkai pegangan. Bahannya kuningan dan memiliki dekorasi berupa ornamen cetak ukir bermotif tumpal, gores, bintik-bintik, swastika, dan gigi haruan.
d. Penginangan burung
Panginangan ini memiliki bentuk wadah seperti seekor burung yang sedang duduk. Pada bagian dalamnya, terdapat wadah-wadah kinangan. Tepat di bawah leher burung adalah tempat kapur. Bagian badan burung merupakan tempat daun sirih yang tutupnya berbentuk sayap burung. Bagian ekor disekat menjadi tiga bagian untuk tempat gambir, pinang, dan tembakau. Bahan panginangan ini terbuat dari kuningan dengan dekorasi ornamen motif lingkaran kecil, flora dan garis-garis lengkung pada bagian sayap dan ekor serta garis miring dan lengkung pada bagian pundak. Selain wadah kinangan, penginangan inilah yang juga biasa digunakan sebagai tempat meletakkan atau menyimpan uang dalam upacara adat.
e. Penginangan ratu
Penginangan ini memiliki bentuk wadah seperti kotak segi delapan. Pada bagian dalamnya, terdapat wadah-wadah kecil tempat kinangan, yaitu tempat daun sirih berbentuk bulat pipih yang memiliki dua lubang di mana bagian bawahnya terpotong tidak simetris. Tempat kapur berbentuk silinder, terbuat dari kaca yang dilapisi perak tipis dan memiliki tutup. Tempat pinang, tembakau, dan gambir berbentuk lonjong dan memiliki tutup. Pada bagian bawah kotak, terdapat kaki berbentuk empat persegi panjang berhias bunga. Panginangan ini terbuat dari kayu yang dilapisi perak tipis berwarna putih kehitaman. Panginangan ratu biasanya digunakan sebagai pelengkap upacara adat perkawinan Kerajaan Banjar.
4. Proses Pembuatan
Perbedaan bahan dan bentuk berpengaruh pula terhadap proses pembuatan panginangan. Perbedaan dalam proses pembuatan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Bahan paring tali (bambu) atau paikat /pekat (rotan)
Proses pembuatan penginangan dari bahan bambu dan rotan hampir sama. Langkah pertama dimulai dengan memilih bambu dan rotan yang agak muda dan kuat. Setelah itu, bambu dan rotan dibelah tipis-tipis agar mudah dilekukkan dan tidak mudah patah.
Setelah belahan bambu dan rotan siap, langkah selanjutnya adalah menganyam belahan-belahan bambu dan rotan tersebut sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Biasanya, bentuk yang banyak digemari adalah segi empat atau mirip kotak dengan ukuran panjang lebih kurang 40-50 cm dan lebar 30 cm. Ukuran ini dianggap sesuai karena dapat memuat dan menyimpan seluruh kinangan.
Setelah bentuk segi empat selesai dibuat, bagian dalam panginangan biasanya dibuat sekat-sekat agar kinangan memiliki tempat masing-masing. Hal ini untuk memudahkan orang yang menginang mengambil kinangan dan agar kinangan awet jika akan dipakai berhari-hari. Proses pembuatan sekat-sekat bagian dalam panginangan ini sama dengan pembuatan kotak panginangan pertama, namun ukurannya dibuat lebih kecil agar dapat dimasukkan ke dalam kotak panginangan yang pertama.
b. Bahan kayu
Langkah pertama adalah memilih kayu jati yang baik, yaitu yang memiliki serat-serat halus. Serat yang halus sangat penting karena dapat memudahkan dalam pemberian ornamen, khususnya ketika diukir. Setelah serat yang halus dipilih, kayu kemudian dibelah-belah seperti papan dan selanjutnya dipotong-potong sesuai kebutuhan.
Setelah terbentuk potongan sesuai yang diinginkan, potongan kayu kemudian dirangkai menjadi kotak panginangan. Pada bagian dalam kotak, dibuat sekat-sekat untuk memisahkan tempat-tempat untuk kinangan. Tentu saja hal ini dimaksudkan agar kinangan tidak bercampur dan agar mudah mencari serta menyimpannya.
Setelah kotak terbentuk dengan sekat-sekatnya, kotak lalu dihias dengan ornamen yang diinginkan. Motif ornamen yang diukir biasanya garis-garis lurus dan floral.
c. Bahan kuningan, perak atau emas
Proses pembuatan panginangan dari bahan kuningan, perak, atau emas memiliki kesamaan. Pertama cetakan panginangan dibuat sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Cetakan (limbagan) dibuat dari lilin yang dibungkus dengan tanah liat dan dicampur dengan pasir. Cetakan dibuat dengan memberi lubang (seperti tempat keluar pada ceret atau teko air).
Setelah cetakan jadi, selanjutnya dibakar untuk mengeluarkan lilinnya. Jika lilin sudah dikeluarkan, selanjutnya dimasukkan cairan kuningan, emas, atau perak sampai penuh di dalam cetakannya. Selang beberapa lama (kurang lebih 0,5-1 jam), cetakan didinginkan dengan disiram air agar cetakan tersebut retak-retak sehingga mudah untuk dilepaskan dari cairan emas, perak, atau kuningan yang ada di dalam cetakan.
Jika semua cetakan tanah sudah dilepaskan semua dari cairan emas, perak, atau kuningan, maka bentuk panginangan akan terlihat. Agar terlihat bagus, maka hasil cetakan perlu dihaluskan dan dirapikan dengan kikir pada lapisan luarnya. Selain itu, agar bentuk dan modelnya lebih indah, hasil cetakan dapat diukir dengan motif-motif dan ornamen-ornamen tertentu, seperti motif bunga, daun, mata itik, tanaman, atau sekadar garis-garis melengkung.
Jika semua proses di atas selesai dilakukan, maka panginangan ini akan terlihat lebih cantik. Biasanya panginangan dari bahan emas, perak, atau kuningan ini dicetak dalam bentuk panginangan bokor, buai, segi delapan, ratu, dan burung.
5. Nilai-nilai
Penginangan sebagai kreasi budaya masyarakat Melayu Banjar mengandung beragam nilai kebudayaan dan kehidupan. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut.
Seni. Nilai ini tercermin dari bentuk panginangan yang dibuat begitu indah dengan motif serta ornamen yang dicetak secara detil. Bentuk yang indah ini tentu saja tidak terlepas dari jiwa seni pembuatnya yang mencerminkan kebudayaan Banjar yang tinggi. Jiwa seni yang tinggi berbanding lurus dengan hasil budaya yang bernilai tinggi pula.
Ketelitian dan kesabaran. Pembuatan panginangan dengan berbagai bentuk dan bahan menyiratkan ketelitian dan kesabaran pembuatnya. Hal ini dapat dibayangkan dari proses pembuatan yang membutuhkan ketelitian, misalnya dalam memilih bambu dan rotan serta proses penganyamannya. Ketika membuat panginangan dari bahan emas, perak, atau kuningan, diperlukan kesabaran karena harus menunggui cetakan yang sedang dibuat dan menunggu hingga hasil cetakan kering sehingga mudah dilepaskan. Proses yang panjang ini tentu saja memerlukan kesabaran dan ketelitian yang terlatih.
Pelestarian budaya. Menginang saat ini menjadi aktivitas yang sulit lagi ditemukan di perdesaan Kalimantan Selatan. Panginangan yang semula menjadi penanda untuk menghormati tamu dalam acara-acara adat sudah jarang disediakan oleh masyarakat Banjar. Oleh sebab itu, panginangan sebagai tradisi budaya asli orang Banjar perlu dilestarikan karena memiliki nilai budaya yang penting.
6. Penutup
Penginangan adalah wujud kreasi masyarakat Melayu Banjar masa silam. Bentuk penginangan yang indah dan artistik menjadikan benda ini unik dan berharga.
Oleh karena itu, panginangan sebagai sebuah benda budaya menuntut untuk dipelihara bahkan mungkin perlu segera dipatenkan sebagai hasil budaya orang Melayu Banjar.
(Artikel ini pernah dimuat di
www.melayuonline.com)
TUA MUDA MENJAGA MARWAH MUSIK MELAYU BANJAR
(Setengah Jam Bersama Banua Raya Symphony)
MENGHIBUR: Penampilan Banua Raya Symphony dalam Festival Karasminan Banua Seribu Sungai di Taman Budaya Kalsel, Senin malam.
Sepekan penuh Taman Budaya Kalsel riuh oleh Festival Karasminan Banua Seribu Sungai. Banua Raya Symphony kebagian tampil pada Senin (13/8) malam, di Panggung Terbuka
inilah satu-satunya band yang setia menganut aliran Dendang Melayu Banjar. Beberapa pentolannya merupakan seniman ternama di Banjarmasin. Sebut saja Julak Larau alias Mukhlis Maman. Dan Novyandi Saputra dari NSA Project.
Banua Raya Symphony tampil memukau. Jika ada yang kurang, konser itu tanggung. Lantaran durasi penampilannya hanya setengah jam. Penonton mulai "panas", ternyata sudah keburu memasuki lagu terakhir.
Namun, waktu yang singkat itu bisa dimaksimalkan dengan baik. Banua Raya Symphony terbukti piawai dalam memilih daftar lagu yang dimainkan. Dari yang ceria, perih mendayu-dayu, hingga yang romantis. Dari yang berisi petuah hingga penuh ungkapan percintaan.
Lagu pembuka adalah Salam Banua Raya Symphony, ciptaan Mukhlis Maman. Dilanjutkan Dhaif, ciptaan Anang Ardiansyah, maesto Musik Banjar. Lalu berturut-turut lagu melayu lama ciptaan anonim. Seperti Empat Dara, Dosa dan Siksa dan Mengikat Janji. Semuanya sudah diaransemen ulang.
Favorit penulis adalah Dhaif. Lagu religius itu bertempo pelan. Liriknya penuh dengan kerinduan, "Wahai nabi, wahai rasul penghabisan. Hari ini ulun datang. Ya salam".
Band ini kukuh memegang prinsip bahwa bermusik tak mengenal umur. Punya 19 personil dari yang belia hingga renta. Namun, malam itu hanya 13 personil yang diboyong. Beberapa tak bisa tampil karena kesibukan pekerjaan.
Ada empat vokalis dan sembilan pemusik yang tampil. Instrumennya dari yang tradisional sampai modern. Macam gendang, gambus, akordion, biola dan gitar bas.
"Band ini dihuni tiga generasi. Melintasi berbagai zaman. Tapi disatukan oleh satu niat yang sama; mengangkat marwah musik Melayu Banjar yang sanggup menantang selera musik kontemporer," tegas Masdar Hidayat, 40 tahun, gitaris.
Banua Raya Symphony berada di bawah naungan Balai Pusat Kajian Budaya Banjar. Mereka sudah tampil di berbagai kota. Pernah diundang ke Kanada dan Amsterdam. "Maksudnya Kandangan Dalam dan Amuntai Selatan Terus ke Dalam," selorohnya tertawa.
Lalu, apa bedanya Dendang Melayu Banjar dengan Dendang Melayu pada umumnya? Masdar menjawab, ada dua kriteria. Pertama, liriknya harus berbahasa Banjar. "Bukan berbahasa Indonesia seperti musik melayu kebanyakan," jelasnya.
Kedua, ada nada-nada yang berbeda. Berkat sentuhan dari alat musik Gendang Banjar dan Panting. "Sekitar 3/4 iramanya kami ubah ke musik Banjar," imbuhnya.
Jika ada yang terasa kurang, mereka belum merilis satu album utuh. Semisal dalam rilisan fisik seperti CD. "Sejujurnya, kami sudah punya daftar lagu yang cukup untuk menjadi sebuah album. Tapi karena kesibukan masing-masing personil, jadi terbengkalai," akunya.
Di luar bermusik, masing-masing personil memang memiliki kesibukan tersendiri. Tak mudah mengumpulkan mereka untuk latihan. Masdar sendiri bekerja di instansi pemerintahan. Sedangkan sang vokalis, Ria Anggraini adalah seorang vokalis freelance.
Perempuan 26 tahun itu sosok yang menarik. Dengan usianya yang masih muda, Ria mengaku tak pernah bisa menikmati musik kontemporer. Semisal pop atau rock.
Praktis, Ria tidak pernah serius bermusik sebelum mengenal Dendang Melayu Banjar. "Saya mulai fokus menyanyi setelah bergabung di sini. Entahlah, saya tak pernah bisa menikmati musik modern. Kurang mengena di hati," ujarnya.
Ambil perbandingan dengan musik dangdut. Dari cara bernyanyi, keduanya sama-sama mengenal istilah cengkok. "Jelas berbeda. Cengkok pada Dendang Melayu Banjar lebih halus. Tidak sevulgar milik dangdut," pungkas Ria.
#FolksOfBanjar #MusikMelayuBanjar #MelayuBanjar #BudayaBanjar #AdatIstiadatBanjar #DendangMelayuBanjar
GANG BANJAR DAN JEJAK KERAJAAN BANJARMASIN DI EMPANG
Sekitar tahun 1885, daerah Bogor menjadi tempat pengasingan sultan dan para bupati yang dianggap berbahaya bagi pemerintah Belanda, dan sekaligus untuk mengurangi secara sistematis pengaruh kaum feodalis atas masyarakatnya.
Para bupati yang diasingkan berasal dari berbagai daerah, di antaranya dari Pekalongan, Bojonegoro, Sukapura (tempat pengasingan Empang), Purukcahu dan Bali.
Sedangkan Kerabat Diraja Banjar yang dibuang ke Bogor adalah YM Gusti Mohd Arsyad. Di Empang, bekas tempat pengasingannya inilah yang kemudian jejaknya dikenal dengan nama Gang Banjar. Di pengasingannya di Empang, Ia bersama para saudagar Arab kemudian ikut mendirikan Syarekat Dagang Islamiyyah yang pendiriannya diprakarsai oleh Raden Mas Tirtosoediro. Kelak SDI inilah yang kemudian berubah menjadi Syarekat Islam yang diketuai oleh Samanhudi di Solo dan dilanjutkan oleh HOS Tjokroaminoto sebagai tokoh sentral SI dan nama yang melekat erat dengan perkembangan SI dikemudian hari dan dikenal sebagai guru bangsa yang terkenal dengan gelar “Raja Jawa Tanpa Mahkota”.
Penerus Kesultan Banjarmasin ( Pagustian ) Gusti Mohd Arsyad tidak sendirian di pengasingannya di Empang, Ia ditemani istrinya Ratu Zaleha Binti Sultan Mohammad Seman dan beberapa orang kerabat dekatnya. Ratu Zaleha adalah satu dari sedikit pejuang wanita di Nusantara yang gagah berani membela tanah airnya dari cengkeraman kuku penjajahan Belanda. Bersama sang suami, Gusti Mohammad Arsyad bin Gusti Muhammad Said, Ratu Zaleha adalah penerus perjuangan Pahlawan Nasional Perang Banjar Pangeran Antasari.
Di masa tuanya sang Ratu kembali ke kampung halamannya pada tahun 1937 setelah sekian tahun berada di pembuangannya di Empang, dan meninggal pada tanggal 23 September 1953 dan kemudian dimakamkan di pemakaman raja-raja pagustian kesultanan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Nama Ratu Zaleha diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Daerah di kota Martapura, Kebupatian Banjar, dan juga nama jalan di jalan-jalan utama di Kalimantan Selatan, demikian juga dengan Gusti Mohammad Arsyad.
#FolksOfBanjar #KesultananBanjar #GustiMohdArsyad #RatuZalecha #PangeranAntasari #PerangBanjar
Kata-kata yang saya sajikan didalam kamus ini adalah kata-kata yang biasa dipakai umumnya orang Melayu Banjar daerah Banjarmasin ( Muara/Kuala) dalam pergaulan sehari-hari.yg berbeda dengan Dialek Hulu ( Pahuluan ) yg biasa di tuturkan di Daerah Hulu Sungai
Harapan saya bagi Anda pengunjung Blog ini yang bukan orang Banjar Asli, akan dapat belajar Bahasa Banjar secara mudah, siapa tahu suatu hari nanti Anda punya keinginan untuk berkunjung ke Banjarmasin, maka Anda sudah bisa menggunakan kata-kata dalam Bahasa Banjar itu, seolah-olah Anda seperti orang Banjarmasin sendiri.
Silakan cari kata-kata tersebut dibawah ini :
Bahasa Melayu Banjar ( Dialek Kuala) Dan Artinya Dalam Bahasa Indonesia / Melayu
DIALEK BANJAR KUALA (mempunyai 6 Fonem a,i,u,e,o,e )
Manakala BANJAR HULU cuma (mempunyai 3 Fonem a,i,u)
Jadi Harus Tahu Bahwa Bahasa Banjar itu ada 2 Dialek Besar , kerna banyak yg tdk tahu tentang Bahasa Banjar , Banyak yg mengira bahwa Bahasa Banjar tidak bisa menyebut hurup O dan E anda salah besar kerna Banjar Kuala mampu menyebut A,I,U,O,E ( pepet) dan E (Talling ) dengan Benar .
STOP MENG HULU-HULU KAN YG KUALA ! Open minded sanak .....
(KUALA)
BE = BER
TE = TER
(HULU )
BA = BER
TA = TER
A
Akur = Setuju, Damai, Tidak Ada Perselisihan
Ambak = Pendiam / Lambat Dalam Bergerak
Ampih = Berhenti, Selesai
Amun/Mun / Lamun = Jika / Kalau / Jikalau
Anum = Masih Muda
Awak = Badan / tubuh
B
Be agak = Sombong / Berlagak
Be banam = Dipanggang di api
Be bau = Berbau
Be diam = Bertempat Tinggal / Tidak Ngomong, Diam
Be Hinip = Diam tiada kata-kata
Begaru = Mengaruk / Bergaruk
Be gemet = Pelan-pelan
Be hapakan, Be sasambatan = Saling Mengejek, Mengolok-olok
Bahanu = Kadang-kadang
Bahari = Zaman Dahulu, Tempo Dulu
Behinak = Bernafas
Behimat = Rajin
Be isukan = Pagi
Be karasmin = Hajat Perkawinan / Hiburan
Belanjung-lanjung = Sebanyak-banyaknya
Be larang = Bertambah Mahal
Be liur = Kepingin / Berliur
Balum = Belum
Be hual = Bermasalah , Bertengkar, Tidak Saling Mengalah
Be kajal = Berdesakan
Be kajutan = Mendadak
Be kamih = Kencing (Buang Air kecil)
Bakas = Bekas
Be kuciak = Teriak
Be kunyung = Berenang
Banyu = Air
Be ranai = Berdiam diri, Tidak Ada Yang Dikerjakan (Free)
Berasa = Terasa
Be salin = Berganti
Be sangu = Membawa Bekal
Be takun = Bertanya
Be dapatan = Bertemu
Be tatukar = Berbelanja
Be paluhan = Berkeringat
Be padah = Memberitahu
Be papadah = Menasehati
Be pender = Ngomong, Berbicara
Be parak = Mendekat
Be tampah = Pesan
Be ulah = Mengolah, Membuat
Bungas = Cantik
Bungul = Bodoh
Bubuhan = Kawan, Sahabat, Teman
Bulik = Pulang
Bulang-Bulik = Bolak-Balik
Bujang = Masih Perjaka, Masih Perawan, Belum Menikah
Bujur = Benar
Bujur-Bujur = Serius
C
Cucuk = Cocok / Tusuk
Calon /Bakal = Calon / Bakal
D
Damini = Sekarang Juga
Damintu = Seperti Itu
Diganii = Ditemani
Dihiga = Disamping
Dikiyau = Dipanggil
E
Elang = Bertamu
Engken = Pelit
Ember = Ember
=
=
F
=
=
G
Gerunuman = Mengerutu
Ganal = Besar
Garing = Sakit
Gasan = Buat
Gawian = Pekerjaan
Guring = Tidur
H
Habang = Merah
Hancing = Aroma Tidak Sedap Yang Sangat Menyengat bau air Kemih
Handak = Mau
Handap = Pendek
Hanyar = Baru
Harat = Hebat
Hakun = Mau
Hangit = Gosong
Hibak = Penuh, Tidak Muat
Himung = Senang, Gembira
I
Ikam = Kamu
Imbah = Setelah
Inya = Dia
Iwak = Ikan
J
Jinguk = Tengok
Juju = Memaksakan Kehendak tak tahu arah tujuan
K
Ke belujuran = Kebetulan
Kebiasaan = Kebiasaan
Kada = Tidak
Kada ada = Tidak Ada
Kadap = Gelap
Ke hangitan = Gosong
Keina = Nanti
Kelimpatan = Melewati Batas, Terlewati
Ke kembangan = Bunga-Bunga , Hiasan
Ke kawalan = Teman, Sahabat, Teman-teman
Kaya = Seperti
Kawa = Bisa, Dapat
Koreng = Luka Kering
Kukuciak = Teriak
L
Lading = Pisau
Lakas = Cepat
Langgar = Mushalla/ surau
Lantih = Pandai Bicara / berceloteh
Larang = Mahal
Lawas = Lama
Lawang = Pintu
Lihum = Senyum
Limbah = Setelah
Lingsak = Lecet
Lucut = Susah Sekali / tertawa hampir hampir menangis
M
Me hadang = Menunggu
Me hampas = Menghentakan Barang Dengan Keras
Me hingal = Bernafas Tidak Teratur
Me micik = Menekan
Me nakuni = Menanyakan
Me nampaikan = Memperlihatkan/ menampilkan
Mencaluk = Mengambil sesuatu dalam lubang
Mencungul = Hadir /muncul
Mencuntan = Mencuri
Mengelunyur = Mengalir
Mengeramput = Berbohong
Mengarasi = Merasa Benar (keras pada pendiriannya)
Manggah = Susah bernafas
Mengiyau = Memanggil
Menjulung = Menyerahkan
Menukari = Membeli
Menukarakan = Membelikan
Menyanga = Mengoreng
Menyenyarik = Marah-Marah
Menyewa = Menyewa
Menyupanakan = Membikin Malu
Membari supan = Memberi Malu
Menyurungi = Menyuguhkan
Memasan = Memesan
Memacul = Melepas
Membisa i = Membujuk
Me igau = Berbicara Sendiri Ketika Tidur
Me itihi = Melihat
Melandau = Bangun Kesiangan [Tidak Shalat Subuh]
Merista = Menderita
Matan = Dari
Me ragap = Memeluk
Merangut = merengut
Memagut = Memeluk
Mesigit = Mesjid
Mauk = Pusing kepala
Meunjun = Memancing
Meungkai = Membuka, Memperlihatkan, merungkaikan
Meja = Meja
Muntung = Mulut
N
Nang = Yang
Ngalih = Sulit, Susah,sukar,pelik
Ngaran = Nama
Nyaman = Enak
O
=
=
P
Pehalusnya = Paling Kecil
Pengeramput = Pembohong
Pendusta = Pembohong
Pengarasan = Tidak Mau Mengalah (keras hati)
Penggaringan = Sering Sakit-Sakitan
Pengoler = Pemalas
Pe koleh = Mendapatkan
Palak = Pedih mata akibat asap
Parak = Dekat
Pian = Kamu [digunakan kepada yg lebih tua]
Pina = Kayak, Seperti
Pincat = Pincang
Pulas = Memelintir
Purun = Tega
R
Rabit = Robek, Sobek
Racap = Berulang-ulang, Berulang Kali
Rahatan = Sedang Berlangsung
Rami = Ramai
Rancak = Sering
Rawa/tagur = Tegur
S
Saban = Tiap
Sebakul = Satu Keranjang (Bakul)
Selawar = Celana
Selawas = Selama
Sambat = Sebut
Sambati = Olok-olok
Semua an = Semuanya
Setumat = Sebentar
Sorang [an] = Sendiri [an]
Seraba = serba
Sarik = Marah
Sampat = Sempat
Separu = Setengah / separo
Sidin = Beliau/ Dia [Untuk Orang Yang Lebih Tua)
Singgah = Mampir
Siup = Pingsan
Supan = Malu
T
Te kajut = Terkejut
Te kibar = Sangat Terkejut
Takun = Tanya
Tekuling = Geleng-Geleng
Temandak = terdiam tanpa bisa bergerak
Tetamba = Obat
Tetukar = Terlanjur Beli
Tebungut = Melamun
Tawing = Dinding
Tepelampang = Berbeda, Selalu Berbeda
Tuhuk /puas = sudah terlalu sering
Tuntung = Selesai
Tukup = Tutup
U
Unda = Saya [akrab] digunakan pada teman sebaya
Ulun = Saya [halus] digunakan pada org yg lebih tua
V
=
=
W
Wadah = Tempat
Wadai = Kue
Wajik= Wajik
Waras = Baik
Warung = Warung
Wayah = Saat
Sekilas Proses Perkawinan Adat Banjar Berikut akan saya ceritakan sekilas dulu mengenai proses-proses yang mengiringi acara perkawinan da...