Populer

Cari Blog Ini

Music Listening

Translate

Sabtu, 02 April 2016

Rumah Peninggalan Gusti Kacil Di Pulau Bangka

gusti-kacil1.jpg
Rumah peninggalan Gusti Kacil di Pulau Bangka
Di dalam buku sejarah Banjar tersebut sebuah nama Pangeran Muda (Pangeran Moeda). Sedangkan dalam kitab para raja yang memerintah negeri Banjar, yang disusun oleh H. Mahmud Siddik bin Syekh Abdurrahman Shiddiq di Keraton Kuin Banjar, tertulis nama Gusti Mas Muda dengan gelar Gusti Kacil.

Siapakah Gusti Kacil? Zuriat keturunan dari sebelah ibu Pangeran Dungking bin Pangeran KH. Dipasanta sampai seterusnya zuriat ke atas bersambung ke Syekh Muhammad Arsyad Al- Banjary. Pangeran KH. Dipasanta wafat di Padang sewaktu membantu Imam Bonjol dalam Perang Padri. Penulis kitab Syajarah al Arsyadiyyah Syekh Abdurrahman Siddik (Mufti Kerajaan Indragiri) pernah belajar ilmu agama dengan pamannya H. Muhammad As'ad, keturunan Pangeran KH Dipasanta di Padang.

Sedangkan dari sebelah ayah Gusti Kacil zuriat keturunan Pangeran Surianata beristrikan Putri Junjung Buih. Gusti Kacil dilahirkan di Martapura 1825. Gusti Kacil memiliki dua saudara yakni Gusti Ismail dan Gusti Mustopa.

Silsilah Gusti Kacil sebagai berikut: Gusti Kacil bin Gusti Muhammad Yusuf bin Gusti Ahmad. Leluhur Gusti Kacil adalah Pangeran Antasari putra Sultan Takhlilullah bin Sultan Sa'idullah.

Pangeran Muda atau Pangeran Mas Muda dengan gelar Gusti Kacil pernah memangku jabatan penting saat pergolakan Perang Banjar.

Pada rapat besar di Kandangan pada tahun 1859 yang dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah dan didampingi oleh Aminullah, Demang Leman dan Temanggung Jalil, Gusti Kacil dipercaya sebagai pimpinan wilayah Martapura.

Beberapa pimpinan wilayah lainnya adalah H Sambas (Pengaron), H Buyasin (Batu Tungku), Tumenggung Tambunau/Antaludin dan Kiai Cakrawati (Amandit), Demang Leman (Batang Alai), Tumenggung Jalil (Balangan). Sementara pucuk pimpinan Pangeran Antasari berkedudukan di Tabalong mencakup Tanah Dusun.

Pada rapat besar itu pula lahir keputusan untuk membuat benteng pertahanan di Gunung Madang, yang dibantu oleh sejumlah punggawa.

Sebelum Gusti Kacil memangku jabatan teras di Kesultanan Banjar di Martapura banyak Pangeran/Sultan dan perangkat Kesultanan ditangkap dan ada yang diasingkan keluar Banjar seperti keluarga Pangeran Amir diasingkan ke Srilangka (Ceylon), Pangeran Hidayatullah diasingkan ke Cianjur, Sultan Tamjidillah II diasingkan ke Jakarta. Ada juga yang tewas dibunuh oleh kompeni Belanda.

Melihat kekejaman Belanda kepada rakyat dan anggota keluarga kerajaan, Gusti Kacil tak berdiam diri. Sikap politiknya yang anti Belanda ia perlihatkan dengan turun langsung dalam perang antara Kesultanan Banjar melawan Kompeni Belanda, Agustus 1859 di Martapura.

Pada pertempuran di Martapura itu, Gusti Kacil selaku pimpinan wilayah dengan gagah beraninya berhadapan dengan Belanda. Berbekal strategi tempur, ilmu bela diri yang ia kuasai, Gusti Kacil mengamuk bersenjatakan sebilah keris peninggalan Putri Junjung Buih.

Pada peristiwa tersebut banyak pasukan kompeni Belanda menjadi korban. Belanda marah sehingga keluar perintah tangkap untuk Gusti Kacil. Namun usaha Belanda untuk menangkap Gusti Kacil tidak pernah berhasil. Tak kurang akal, Belanda membuat sayembara siapa yang bisa menangkap Gusti Kacil dalam keadaan hidup atau mati akan mendapat hadiah sebanyak 250 F. Sayembara ini juga tidak berhasil untuk menangkap Gusti Kacil.

Kompeni Belanda mendengar kabar bahwa satu-satunya orang yang mampu menangkap dan menaklukan ilmu Gusti Kacil adalah seorang ulama yang berilmu tinggi yakni Datu Landak. Nama asli Datu Landak adalah Syekh Muhammad Afif, buyut dari Syekh H. Muhammad Arsad Al-Banjary (Datu Kalampayan).

Maka diundanglah Datu Landak untuk menghadap kompeni Belanda. Namun Datu Landak menolak bertemu Belanda. Sebelumnya, berita diburunya Gusti Kacil oleh Belanda telah sampai di telinga Datu Landak. Dan ini sangat bertentangan sekali dengan Datu Landak, tiada kompromi untuk kompeni Belanda bagi Datu Landak. Selain dari itu di belakang Gusti Kacil untuk melawan Kompani Belanda tidak lepas dari peran dan bantuan Datu Landak. Apalagi, antara Datu Landak dengan Gusti Kacil masih memiliki hubungan keluarga. Datu Landak adalah sepupu Gusti Kacil dari pihak ibu.

Dengan latar belakang di atas tidak mungkin bagi Datu Landak menangkap Gusti Kacil untuk diserahkan kepada Belanda. Hasil musyawarah antara Datu Landak, Gusti Kacil, pihak keluarga dan perangkat kesultanan maka diambil keputusan bahwa Gusti Kacil harus meninggalkan Banjar demi keselamatan dirinya dan menghindari dari pertumpahan darah yang lebih banyak.

Akhirnya, pada tahun 1864 empat orang putra terbaik banua meninggalkan Banjar yaitu Gusti Kacil, Datu Landak, Gusti Mustofa (kakak Gusti Kacil) dan seorang hulubalang yang tidak diketahui namanya.

Sewaktu meninggalkan Banjar, Gusti Kacil, Datu Landak, Gusti Mustofa dan seorang hulubalang, mengarungi lautan memakai sampan. Di lautan sampan mereka pecah. Dua orang akhirnya terdampar di Banten, yakni Gusti Mustofa dan seorang hulubalang. Sedangkan Datu Landak dan Gusti Kacil terdampar di Muntok, Pulau Bangka.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan Tinggalkan Komentar anda disini dan harap gunakan Kata-Kata yg Sopan!....................