Populer

Cari Blog Ini

Music Listening

Translate

Minggu, 20 April 2014

Sejarah Kesultanan Melayu Banjar

Kesultanan Banjar merupakan sebuah kesultanan yang terletak di daerah yang sekarang kita kenal dengan nama Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pengaruh dari Kesultanan Demak, suku Melayu, Banjar, dan Dayak menyatu dalam sebuah kesultanan yang pernah berdiri di nusantara selama 379 tahun (1526-1905) ini. 1. Sejarah Kesultanan Banjar adalah nama lain dari Kerajaan Banjarmasin atau Kerajaan Banjar (M. Suriansyah Ideham et al. [eds.], 2003). Kesultanan Banjar yang berkembang sampai abad ke-19 merupakan sebuah kerajaan Islam merdeka dengan nation atau bangsa Banjar sebagai bangsa dari Kesultanan Banjar. Urang Banjar (orang Banjar) adalah nama untuk penduduk yang mendiami daerah yang sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Selatan, meskipun penduduk Kalimantan Selatan itu bukan seluruhnya etnis Banjar asli (A. Gazali Usman, 1989:1). Setidak-tidaknya, yang disebut sebagai Urang Banjar terdiri dari etnis Melayu sebagai etnis yang dominan kemudian, ditambah unsur Dayak Bukit, Ngaju, dan Maanyan. Kata “Banjar” berasal dari kata “Banjarmasin”. Banjarmasin adalah sebuah kampung di muara sungai Kuwin, anak sungai Barito. Muara Kuwin terletak di antara Pulau Kembang dan Pulau Alalak. Banjarmasin berasal dari dua kata, “Banjar” yang berarti kampung dan “Masih” yang berasal dari nama kepala suku Melayu yang oleh suku Dayak Ngaju disebut Oloh Masih yang maksudnya adalah Orang Melayu. Disebut Oloh Masih karena kepala sukunya bernama Patih Masih. Dengan demikian, Patih Masih berarti Patihnya Orang Melayu (Usman, 1996:22). Pada perkembangan kemudian, nama Banjarmasih berubah menjadi Banjarmasin. Perubahan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Catatan resmi dari Belanda pada tahun 1664 Masehi masih menyebut kata Banjarmasih. Tetapi pada tahun 1733 M, nama daerah ini telah berubah menjadi Banjermasig dan menjadi Banjarmasin pada tahun 1845 M (Usman, 1996:23). Sejarah nama Banjarmasin berawal dari berdirinya Kesultanan Banjar. Sebelum berdirinya Kesultanan Banjar, terlebih dahulu telah berdiri Negara Daha (Kerajaan Daha) di Muara Hulak (Ideham et al., 2007:19). Kerajaan Daha merupakan sebuah kerajaan lanjutan dari Negara Dipa (Kerajaan Dipa). Cikal bakal Kesultanan Banjarmasin berawal dari suksesi perebutan tahta raja di Kerajaan Daha. Perebutan tahta terjadi antara Raden Samudera dan Pangeran Tumenggung. Menurut M. Suriansyah Ideham et al., Raden Samudera merupakan cucu dari Raden Sukarama, penguasa Kerajaan Daha. Sebelum Raden Sukarama wafat, beliau telah mewasiatkan tahta Kerajaan Daha untuk diserahkan kepada Raden Samudera. Tanpa disadari, wasiat ini menimbulkan bibit konflik karena salah satu anak dari Raden Sukarama yang bernama Pangeran Tumenggung diam-diam tidak sependapat dengan wasiat. sang ayah. Setelah Raden Sukarama meninggal, Pangeran Tumenggung merebut tahta dan mengakibatkan Raden Samudera terusir dari istana Kerajan Daha (Ideham et al., 2007:19). Sebagai pihak yang kalah, Raden Samudera terpaksa menyingkir ke luar dari istana Kerajaan Daha menuju ke hilir sungai Barito. Di sana Raden Samudera mendapat perlindungan dari komunitas suku Melayu yang dipimpin oleh Patih Masih (Ideham et al., 2007:19). Dalam komunitas suku Melayu tersebut, Raden Samudera diangkat sebagai raja. Atas usulan Patih Masih, Raden Samudera diminta untuk mencari dukungan ke Jawadwipa, yaitu ke Kesultanan Demak. A.A. Cense (dikutip dalam Ideham et al., 2003), menjelaskan bahwa ketika Pangeran Samudera berperang melawan pamannya, Pangeran Tumenggung raja Negara Daha, Pangeran Samudera menghadapi bahaya yang berat, yaitu kelaparan di kalangan pengikutnya. Atas usul Patih Masih, Pangeran Samudera meminta bantuan pada Kesultanan Demak yang saat itu merupakan kesultanan terkuat di pantai utara Jawa. Patih Balit diutus menghadap Sultan Demak dengan disertai 400 pengiring dan 10 buah kapal. Patih Balit menghadap Sultan Trenggono, penguasa di Kesultanan Demak, dengan membawa sepucuk surat dari Pangeran Samudera (Ideham et al., 2003). Permintaan Raden Samudera dikabulkan oleh Sultan Trenggono, dengan syarat bahwa Raden Samudera beserta para pengikutnya harus meme